Inspirasi wirausaha bisa datang dari mana saja, termasuk dari perjalanan. Ego Prayogo mengelola inspirasi tersebut menjadi suatu wujud usaha yang nyata. Modal yang minim tidak mengalahkan keinginannya yang kuat untuk membangun sebuah kedai kopi.
Kedai Kopi Guyon, begitulah pemuda berusia 27 tahun ini
menamakan gerai usaha kopinya. Menggunakan vespa yang dimodifikasi menjadi
gerobak multifungsi, ia memarkirkan kedainya tiap malam pukul 22.00 di Jalan RS.
Fatmawati No. 22. Beratapkan langit ibukota yang penuh polusi, berteman dingin
malam dan debu-debu pembangunan akses transportasi cepat terpadu.
Berawal dari himpitan ekonomi
Keadaan terdesak mampu mengeluarkan kreativitas seseorang untuk
menemukan solusinya. Penghujung 2014, kreativitas itu lahir dari himpitan
ekonomi yang mendera. Solusi atas kondisi tersebut ia tuangkan menjadi sebuah
usaha dengan modal satu juta rupiah, sebuah motor vespa, gelas-gelas dari dapur
rumah serta kayu dan besi bekas.
Selama seminggu ia memikirkan konsep usaha, seminggu
berikutnya mengeksekusi ide-ide tersebut. Dalam waktu singkat, berdirilah kedai kopi di atas
sebuah vespa tahun 80-an. Menyediakan seduhan kopi yang diolah dari kopi bubuk
yang biasa dijual di pasar.
Inspirasi dari perjalanan
Melakukan perjalanan dengan berkendara vespa telah menjadi
hobi sejak lama. Melalui perjalanan, pria kelahiran 2 Februari 1989 ini
mendapatkan banyak pengalaman sekaligus inspirasi. Kemalangan kehabisan uang
tunai pada tahun 2011 karena lupa membawa kartu ATM membawanya berkenalan
dengan kopi. Perjalanannya menyusuri timur Indonesia pun tertunda di Bali.
Untuk mendapatkan uang, ia sempat terpikir untuk menjual
kameranya. Akan tetapi, orang yang ia mintai tolong menolak tawaran tersebut. Orang
tersebut menawarkan alternatif lain dengan menumpang kartu ATM untuk mengambil
uang yang ditransfer dari orang rumah di Jakarta. Pria yang berbaik hati
ditumpangi kartu ATM-nya adalah Bang Joni, seorang pemilik kedai kopi di Kuta.
Sambil menunggu dana ditransfer, ia berkunjung ke Kedai Kopi Gimbal milik Bang
Joni.
Perjalanan ke timur Indonesia akhirnya terhenti meski dompetnya sudah terisi. Pemuda yang lahir di Jakarta ini memutuskan untuk
membantu kedai kopi Bang Joni. Di kedai kopi itu ia berkenalan dengan kopi dan
mempelajari cara menyeduhnya. Tanpa terasa, tiga bulan berlalu begitu cepat
hingga rumah memanggilnya untuk pulang.
Sumatera memberikan cerita yang berbeda. Dalam kelananya mengelilingi
Sumatera tahun 2013, dari Lampung sampai Sabang, Sumatera Utara telah
memberinya secercah inspirasi. Di Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan, ia melihat masyarakat melakukan aktivitas ekonomi dari transportasi hingga perdagangan
didominasi oleh vespa yang dimodifikasi. Melalui Bali dan Tapanuli, ia terinspirasi membangun sebuah kedai kopi dari vespa yang dimodifikasi.
Ketekunan belajar
Mahasiswa hukum universitas swasta di Tangerang ini tidak
pernah berhenti belajar dan bereksperimen tentang kopi. Biji kopi yang
sebelumnya ia beli di pasar, bulan-bulan berikutnya mulai membeli dari rumah
sangrai kopi arabika dengan kualitas yang baik. Melalui rumah-rumah sangrai itu
pula ia mempelajari bagaimana cara menggoreng kopi yang baik dan benar untuk
mendapatkan karakter rasa yang dapat memuaskan pelanggannya.
Harga kopi yang dijual ketika awal Guyon berdiri, Rp 5.000
untuk kopi arabika dan Rp 3.000 untuk kopi robusta. Melalui penghasilan dari
kopi tubruk tersebut, pria berambut gondrong ini sedikit demi sedikit mencicil
alat-alat seduh manual dan membeli biji kopi hijau untuk digoreng. Ego menggali
dari berbagai sumber informasi seperti literatur, artikel, video di Youtube hingga
bertanya langsung pada roaster berpengalaman.
Setelah mendalami seluk beluk kopi, ia merangkai alat
penyangrai kopi sendiri untuk mempermudah menentukan karakter rasa yang
diinginkan sekaligus menghemat biaya bahan baku. Kini, tersedia berbagai jenis
kopi arabika di kedai mungilnya untuk para penikmat kopi. Menu pun semakin beragam,
tidak hanya kopi tubruk, aneka seduh
manual seperti Kono, Aeropress, Rokpresso, Kalita 101 dan Kalita Wave dibanderol dengan harga Rp 15.000. Selain itu,
tersedia cappuccino, vanilla, choco
caramel, lychee tea dan roti bakar dengan varian pilihan rasa.
Kedai yang tutup tiap hari Minggu sudah memiliki banyak
pelanggan tetap yang rela antri tiap malam. Sekarang, Ego tidak perlu kewalahan
lagi melayani pelanggan karena dengan omset yang cukup tinggi per bulannya ia
dapat memperkerjakan seorang barista untuk membantunya.
Alasan menamakan kedai kopinya dengan kata Guyon, pemilik
kedai tanpa sekat ini menjawab bahwa melalui kopi seduhannya, ia ingin
menyenangkan para pelanggan yang datang ke kedainya dan ia berujar “karena
ngopi nggak harus serius.”. Meski berkata demikian, kedai sederhana di bahu
jalan yang ia kelola menyediakan buku-buku yang cukup serius untuk dibaca.
Kiat mempertahankan pelanggan ala Kedai Kopi Guyon
Menurut Ego kiat dalam menjalani usaha kedai kopi ini
adalah:
“Barista harus bertanggung jawab terhadap seduhannya karena konsumen sekarang semakin kritis. Konsumen berhak tahu apa yang dikonsumsi. Selain itu, tidak usah pedulikan apa omongan orang lain. Ciptakan tren sendiri. Omongan yang menjatuhkan buat apa diserap, jika membangun berarti itu adalah sebuah masukan. Hal yang paling penting adalah bagaimana mempertahankan pelanggan dengan alat seadanya agar tetap kembali lagi.”
Berminat mengunjungi kedai kopi bahu jalan ini? Kedai buka
jam 22.00 – 04.00, tutup hari Minggu dan hujan besar. Cek dulu instagram
@kedaikopiguyon jika ingin berkunjung saat/sehabis hujan.
Mar ini dimanaaa?
ReplyDeleteIni di halaman parkir Optik Internasional yang dekat Alfamidi sekitar pertigaan Cipete Raya.
Delete