Tantangan film adaptasi adalah memuaskan imajinasi pembaca. Sederetan film adaptasi dari karya penulis Indonesia, Dewi ‘Dee’ Lestari, telah membuktikan hal itu. Pembaca tak puas. Kecewa. Namun, cerita adaptasi yang satu ini berbeda.
Filosofi Kopi, sebuah cerpen dari antologi yang berjudul sama, diangkat kemudian dikembangkan beberapa bagian untuk menjadi sebuah film yang layak dinikmati. Tanpa perlu banyak gerutu karena berbeda dengan imajinasi. Kini, yang muncul puja-puji untuk film yang mulai dipersiapkan dari Oktober tahun 2015.
Filosofi Kopi bercerita tentang Ben (Chicco Jerikho) yang terobsesi pada kopi dan mendirikan kedai Filosofi Kopi bersama Jody (Rio Dewanto). Konsep kedai ini menarik karena memberikan filosofi tersendiri untuk kopi sehingga membuatnya banyak diliput. Kesohoran kedai Filosofi Kopi membuat seorang pengusaha menantang Ben untuk meracik kopi ternikmat setanah air. Hadiah tantangan yang besar membuat Jody tergiur hingga memaksa Ben untuk menyanggupi karena hutang mereka sudah menunggak. Di tengah persiapan untuk tantangan itu, problematika muncul bersamaan dengan kehadiran pakar kopi bersertifikat internasional cantik bernama El (Julie Estelle).
Dialog dan cerita film besutan Angga Dwimas Sasongko ini begitu segar. Ada bagian yang membuat penonton tertawa, berkontemplasi hingga hanyut terenyuh ke dalam cerita. Cameo dihadirkan dengan porsi yang pas dan akting yang memikat seperti Melissa Karim, Joko Anwar, Tanta Ginting, Baim Wong, Tara Basro, Slamet Rahardjo dan Jajang C. Noer. Sayangnya, terdapat bagian di mana kamera berguncang dan adegan yang dipaksakan tanpa pengantar. Yaitu ketika barista Nana (Ni Made Westny) panik karena suaminya kecelakaan. Padahal, tak ada pengantar bahwa barista tersebut telah bersuami dan suaminya dalam keadaan sakit. Mungkin, sekelumit hidup barista Aga maupun barista Aldi dapat diangkat untuk meyokong argumen Ben yang tak ingin mengurangi pekerja kedai Filosofi Kopi.
Promosi film ini teramat gencar. Salah satunya dengan melibatkan publik ikut ke dalam proses produksi. Merupakan first user generated movie di Indonesia, di mana masyarakat dapat ikut serta memberi masukan untuk produksi film melalu aplikasi di smartphone. Selain itu, serangkaian talkshow digelar di beberapa kampus seantero nusantara. Belum lagi trip ke perkebunan kopi di Semarang dan Bandung bersama pemeran film. Ditambah dengan konser Filosofi Kopi Musik, acara musik gratis untuk penonton film dengan deretan musisi pengisi suara di sinema ini. Pengisi musik juga tak tanggung-tanggung, Filosofi Kopi menggandeng Maliq & D’Essentials, Glenn Fredly, Monita Tahalea, dan Is “Payung Teduh”.
Sebuah film yang dikerjakan dengan begitu baik. Para peracik film ini mengadaptasi cerpen ke film dengan hati dan begitu berhati-hati karena menciptakan banyak detail yang menarik. Penonton disajikan realita kopi nusantara yang begitu beragam, bagaimana proses panjang biji kopi menjadi kopi, pelelangan kopi juga kisah haru di balik kesuksesan tokoh-tokohnya. Filosofi Kopi akan membuat siapapun jatuh cinta. Cerita tentang obsesi yang kadang tak berlogika dan mengorbankan hati. Sebuah film yang diracik dari biji-biji berkualitas menghasilkan film yang harum dan nikmat untuk dipersembahkan kepada masyarakat Indonesia.
Catatan: Tulisan ini diterbitkan pertama kali di halaman blog personal penulis, Teras Kata, pada 14 April 2015.
No comments:
Post a Comment